TREND MODE DAN SANKSI BAGI WANITA TELANJANG
1. Mode dan Ramalan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam.
Semaraknya berbagai mode pakaian ala barat yang akhir-akhir ini menjadi kiblat masyarakat dunia, telah membawa generasi muda pada jurang degradasi moral yang teramat dahsyat. Bagaimanapun mode pakaian yang seronok akan menimbulkan berbagai rangsangan seksual bagi laki-laki yang pada gilirannya menumbuhkan sikap permisif terhadap kesakralan seks. Keadaan ini Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam akan terjadi di akhir zaman nanti. Bahkan Rosul meramalkan bukan hanya semaraknya mode pakaian tetapi juga berbagai trend lainnya yang hanya sekedar menjual merk baik makanan maupun minuman.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“ Akan ada di kalangan umatku yang melahap bermacam-macam makanan, meneguk bermacam-macam minuman, memakai pakaian dengan rupa-rupa mode dan warna, serta banyak bicaranya “. (HR. Tabrani dan Imam Abi Dunya).
2. Kehancuran Moral Akibat Mode Telanjang
Trend mode telanjang ( termasuk kudung gaul) merupakan pengulangan sejarah jahiliyah yang dulu pernah terjadi. Kini mode itu menjadi trend lagi, dan berarti kita tengah berada di zaman jahiliyah yang dengan sombongnya disebut semua itu sebagai kemajuan, padahal hakekatnya kemunduran yang nyata.
Ash-Shobuny berkata: “Para mufassir berkata: Adalah wanita jahiliyah seperti juga wanita jahiliyah modern kini, lalu lalang dihadapan lelaki dengan dada dan leher terbuka, dua lengannya terjulur, kadang badannya bergerak erotis atau rambutnya terurai untuk mendapatkan perhatian kaum lelaki. Sedangkan wanita muslimah menutupkan khumur mereka kebelakang, maka tinggalah bagian dadanya terbuka, kemudian kaum mu’minat diperintahkan untuk menutup bagian depannya sehingga tidak tampak lagi dan memelihara mereka dari kejahatan.”
Ibnu Al-Jauzy menyatakan pendapat yang sama tentang busana wanita jahiliyah yang menampakkan aurotnya. Sementara itu Dr. Mustafa As-Siba’I mengungkapkan: “Secara historis yang menjadi penyebab terbesar runtuhnya kebudayaan Yunani dan Romawi adalah sikap para wanita yang terlalu ber-tabarruj (mengumbar aurot) dan ber-ikhtilat (campur baur) dengan orang yang bukan muhrimnya.”
Prof. Abdurrohman H., dalam bukunya Ajnihatul Makris Tsalatsah wa Khowafiha memperinci metode merusak akhlaq dari barat dan mencantumkan poin kelima yaitu merusak akhlaq kaum wanita dan memperalat mereka dengan berbagai dalih dan faham yang menyesatkan. Pada mulanya perusakan ini dimulai dari setiap individu kemudian melembaga dan semakin tidak disadari, sebagaimana disitir oleh Dr. Ibrahim Allabban, “ Mula-mula dekadensi ini tampak pada perilaku individu lalu orang pun menyimpang dari jalan konsepsi agama.”
3. Sanksi bagi Wanita Telanjang ( Tak Berjilbab )
Perintah memakai jilbab bagi wanita muslimah pada dasarnya bukan sekedar perintah yang fungsinya melindungi kehormatan wanita, tapi juga merupakan ibadah bagi muslimah itu sendiri. Jadi dengan berjilbab berarti seorang muslimah telah meraup pahala yang besar disisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebaliknya bagi yang melanggar, kehormatannya tercoreng, juga dosa besar yang akan ditimpakan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala pada mereka baik di dunia maupun diakhirat nanti.
ﺻﻨﻔﺎﻥﻣﻦﺃﻫﻞﺍﻟﻨﺎﺭﻟﻢﺃﺭﻫﻤﺎﻗﻮﻡﻣﻌﻬﻢﺳﻴﺎﻃﻛﺄﺫﻧﺎﺏﺍﻟﺒﻘﺮﻳﺿﺮﺑﻮﻥﺑﻬﺎﺍﻟﻨﺎﺱﻭﻧﺴﺎﺀﻛﺎﺳﻴﺎﺕﻋﺎﺭﻳﺎﺕﻣﻤﻴﻼﺕﻣﺎﺋﻼﺕﺭﺋﻮﺳﻬﻦﻛﺄﺳﻨﻤﺔﺍﻟﻨﺨﺖﺍﻟﻤﺎﺋﻟﺔﻻﻳﺪﺧﻠﻦﺍﻟﺠﻨﺔﻭﻻﻳﺠﺪﻥﺭﻳﺤﻬﺎﻭﺇﻥﺭﻳﺤﻬﺎﻟﻴﻮﺟﺪﻣﻦﻣﺴﻴﺮﺓﻛﺬﺍﻭﻛﺬﺍ
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, (1) kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah penguasa yang zholim) (2) Wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebesar punuk unta.Mereka tidak akan masuk surge, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surge itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang.” (HR. Muslim).
Jilbab harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan didalam Al-qur’an dan As-sunnah. Mereka yang berjilbab tapi jauh dari criteria tersebut dikategorikan wanita telanjang.
Sabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam:
ﻋﻦﻋﺒﺪﺍﷲﺑﻦﻋﻤﺮﻳﻘﻮﻝﺳﻤﻌﺖﺭﺳﻮﻝﺍﷲﺻﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻴﻪﻭﺳﻠﻢﺳﻴﻛﻮﻥﺍﺧﺮﺃﻣﺘﻲﻧﺴﺎﺀﻛﺎﺳﻴﺎﺕﻋﺎﺭﻳﺎﺕﻋﻠﻰﺭﺋﻮﺳﻬﻦﻛﺄﺳﻨﻤﺔﺍﻟﺒﺨﺖﺇﻟﻌﻨﻮﻫﻦﻓﺈﻧﻬﻦﻣﻠﻌﻮﻧﺎﺕ
“Dari Abdulloh bin Umar, Ia mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Pada akhir umatku nanti aka nada wanita-wanita yang berpakaian namun hakekatnya telanjang. Di atas mereka seperti terdapat bongkol (punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnay mereka itu kaum yang terkutuk. Mereka tidak akan masuk surge dan juga tidak akan memperoleh wanginya, padahal wangi surga itu dapat dicium dari perjalanan (jarak sangat jauh) sekian dan sekian”. (HR. At-Tabrani, Al-Mu’jam As-Shogir: 223).
Dalam kesempatan lain Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
“ Siapapun wanita yang melepaskan pakaiannya (menampakkan aurotnya) bukan dirumahnya sendiri, maka Alloh akan merobek tirai kehormatannya (tidak ada penyelamat baginya)” (HR. Ahmad, At-Tabrani dan Al-Hakim)
Hawa nafsu yang menyelimuti mental generasi kini telah menjerumuskan mereka pada jurang degradasi moral yang teramat dalam. Pantas jika Alloh Subhanahu Wa Ta’ala memperingatkan pada umat manusia agar bisa menahan hawa nafsu karena akan berbahaya. Firman Alloh Sbhanahu Wa Ta’ala :
“Sesungguhnya nafsu syahwat itu mendorong manusia kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus:53)
Nafsu ingin diakui dikalangan orang banyak telah menyebabkan banyak wanita Islam pamer aurot dengan baju ketat atau kudung gaul. Jilbab yang seharusnya bias melindungi mereka dari berbagai kesombongan, tapi karena telah ditunggangi nafsu, berubah menjadi malapetaka bagi dirinya dan sekaligus pelecehan terhadap norma Islam yang mengatur Jilbab.
Pantas jika Alloh Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa mereka yang mengikuti hawa nafsunya lebih sesat dari binatang. Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala:
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat daripada binatang ternak.” (QS. A-Furqon : 43-44)
Karena itu Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berpesan agar kita bias menahan nafsu dan jangan menjadikan diri kita sebagai budak nafsu. Firma Alloh Ta’ala:
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Alloh. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Alloh akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shod : 26)
KRITERIA JILBAB MENURUT AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH
Kriteria jilbab bukanlah berdasarkan kepantasan atau mode yang trend, melainkan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika kedua sumber hokum Islam ini telah memutuskan suatu hokum, maka seorang muslim atau muslimah terlarang membantahnya. Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :
“Tidak pantas bagi seorang muslim atau muslimat jika Alloh dan Rosul-Nya telah memutuskan suatu hokum, mereka memilih hukum lain tentang suatu urusan. Barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya, maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab : 36).
Para perancang mode boleh saja bilang bahwa hasil rancangannya itu adalah jilbab, tetapi jika hal itu ternyata tidak memenuhi syarat sebagaimana yang diperintahkan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, maka itu bukanlah jilbab melainkan pakaian yang dikategorikan telanjang.
Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam bukunya “Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnati” (Jilbab Wanita Muslimah) mengharurkan jilbab itu memenuhi delapan syarat, yaitu :
1. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan
Syarat ini terdapat dalam firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :
“Katakanlah kepada wanita muslimah: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) Nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami merek, saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara suami mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurot wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Alloh, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung” (QS. An-Nur : 31)
Juga Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin : “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Ahzab : 59)
Dua ayat diatas dengan tegas menyatakan bahwa jilbab itu harus menutupi seluruh anggota badan kecuali yang biasa nampak yaitu muka dan telapak tangan.
Maksud dari perhiasan yang biasa nampak dan boleh diperlihatkan itu, karena tidak mungkin untuk menyembunyikannya atau menutupnya. Seperti wajah, pakaian luar dan telapak tangan.
Ibnu Katsir menyatakan : “ Janganlah menampakkan sesuatu perhiasanpun kepada orang asing kecuali yang tidak mungkin untuk ditutupi.”
Menurut Ibnu Mas’ud, perhiasan itu ada dua bagian :
a. Perhiasan yang tidak boleh diperlihatkan kecuali kepada suami, yaitu cincin ( jari-jari tangan dan wajah.
b. Perhiasan yang boleh ditampakkan pada orang asing yaitu busana bagian luarnya. ( Mukhtashor Ibnu Katsir II : 600)
Ulama lain berpendapat, yang dimaksud perhiasan adalah wajah dan telapak tangan, karena keduanya tidak termasuk aurot.
Al-Baidhowy menyatakan : “Yang lebih jelas (kebolehan menampakkan perhiasan) ini hanya dalam sholat, bukan boleh memperlihatkannya sembarangan. Karena seluruh badan wanita dewasa adalah aurot, tidak halal selain suami dan muhrimnya melihat sesuatupun dari aurotnya kecuali karena darurot (terpaksa), seperti berobat atau menjadi saksi (dalam pengadilan).” (AL-Baidhowy II:58)
Abdulloh At-Talidy (1990) dalam “Al-Mar-ah Al-Mutabarrijah” mengungkapkan tiga jenis ziinah (perhiasan) yang tidak boleh diperlihatkan kepada selain muhrim; (1) Pakaian dan asesoris busana, (2) Perhiasan seperti kalung, cincin dan anting, (3) Alat rias seperti lipstick,celak,pewarna dan sejenisnya. Ketiga jenis ziinah ini harus ditutupi kecuali memang yang tidak mungkin tertutup, atau tidak sengaja terbuka. Pendapat inilah yang dipegang para mufassir seperti Ibnu Mas’ud, Al-Hasan Al-Bisry, Ibnu Sirin, Ibrahim An-Nakha-I, Abi Al-Jauza, Al-Qurthubi, Ibnu ‘Athiyah, Ibnu Al-Jauzi, Abi Hayan, Abi As-Su’ud, Shiddiq Hasan Khan Al-Qanuji, Asy-Syanqithy, Al-Maududy, Ash-Shabuny dll.
Dari kutipan ayat diatas, kita dapat memahaminya bahwa menampakkan perhiasan luar saja (yang Nampak) banyak ulama yang mengharamkannya, apalagi anggota badan yang ditutupi perhiasan luar tersebut. (menggunakan kaidah ushul Mafhum Muwafaqoh Fahwal Khitab). Penafsiran diatas diperkuat lagi oleh sebuah Hadits yang menjelaskan sikap kaum muslimah ketika ayat ini diturunkan.
“Dari Shofiah Binti Syaibah, ia bercerita; “Ketika kami bersama Aisyah Rodhiyallohu anha berkata; “ memang wanita Quraisy itu memiliki kelebihan, tetapi demi Alloh, sesungguhnya aku tidak pernah melihat yang lebih mulia daripada wanita Anshor, mereka sangat membenarkan Kiabulloh dan sangat kuat imannya kepada wahyu yang diturunkan. Ketika turun surat An-Nur, ayat yang menyuruh berkerudung, suami mereka pulang lalu membacakan kepada mereka apa yang telah Alloh turunkan. Dengan segera setiap wanita menarik kain yang ada, lalu menjadikannya kerudung kepala karena membenarkan dan iman kepada apa yang diturunkan Alloh dalam kitab-Nya” (HR. Al-Bukhori dan Abu Dawud)
2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan
Syarat ini berdasarkan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :
ﻭﻻﺗﺒﺪﻳﻦﺯﻳﻨﺘﻬﻦﺇﻻﻣﺎﻇﻬﺮﻣﻨﻬﺎ….
“…Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka” (QS. An-Nur : 31)
Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangannya. Hal ini dikuatkan oleh firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala :
ﻭﻗﺮﻥﻓﻰﺑﻴﻮﺗﻜﻦﻭﻻﺗﺒﺮﺟﻦﺗﺒﺮﺝﺍﻟﺠﻬﻠﻴﺔﺍﻷﻭﻟﻰ
“Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang pertama” (QS. Al-Ahzab : 33)
Pakaian jilbab sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 59 berfungsi sebagai pelindung wanita dari godaan laki-laki. Hal ini berarti pakaian muslimah (jilbab) tidak boleh berlebihan atau mengikuti trend mode tertentu karena memang jilbab bukan perhiasan.
3. Kainnya harus tebal, tidak tipis
Sebagai pelindung wanita, secara otomatis jilbab harus tebal atau tidak transparan atau membayang (tipis) karena jika demikian akan semakin memancing fitnah (godaan) dari pihak laki-laki.
Rosululloh Shollallohu ‘Alahi Wasallam bersabda :
“Bahwa Asma binti Abi Bakar masuk ke rumah Rosul dengan mengenakan pakaian yang tipis, maka Rosululloh berkata : “ Wahai Asma, sesungguhnya wanita yang telah haid (baligh) tidak diperkenankan untuk dilihat daripadanya kecuali ini dan ini, dengan mengisyaratkan wajah dan telapak tangan.” (HR. Abu Dawud)
Adapun fenomena kudung gaul yang kini sedang trend dikalangan anak-anak muda dengan pakaian yang tipis dan serba ketat, hal ini jelas merupakan pelanggaran berat terhadap syarat jilbab yang diharuskan. Ancaman bagi mereka sebagaimana sabda Rosululloh Shollallohu ‘Alahi Wasallam :
ﺻﻨﻔﺎﻥﻣﻦﺃﻫﻞﺍﻟﻨﺎﺭﻟﻢﺃﺭﻫﻤﺎﻗﻮﻡﻣﻌﻬﻢﺳﻴﺎﻃﻛﺄﺫﻧﺎﺏﺍﻟﺒﻘﺮﻳﺿﺮﺑﻮﻥﺑﻬﺎﺍﻟﻨﺎﺱﻭﻧﺴﺎﺀﻛﺎﺳﻴﺎﺕﻋﺎﺭﻳﺎﺕﻣﻤﻴﻼﺕﻣﺎﺋﻼﺕﺭﺋﻮﺳﻬﻦﻛﺄﺳﻨﻤﺔﺍﻟﻨﺨﺖﺍﻟﻤﺎﺋﻟﺔﻻﻳﺪﺧﻠﻦﺍﻟﺠﻨﺔﻭﻻﻳﺠﺪﻥﺭﻳﺤﻬﺎﻭﺇﻥﺭﻳﺤﻬﺎﻟﻴﻮﺟﺪﻣﻦﻣﺴﻴﺮﺓﻛﺬﺍﻭﻛﺬﺍ
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, (1) kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah penguasa yang zholim) (2) Wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebesar punuk unta.Mereka tidak akan masuk surge, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surge itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang.” (HR. Muslim).
4. Harus longgar, tidak ketat, sehingga tidak menggambarkan sesuatu dari tubuhnya.
Diantara maksud diwajibkannya jilbab adalah agar tidak timbul fitnah (godaan) dari pihak laki-laki. Dan itu tidak mungkin terwujud jika pakaian yang dikenakan tidak ketat dan tidak membentuk lekuk-lekuk tubuhnya. Untuk itu jilbab harus longgar atau tidak ketat.
“Rosululloh Shollallohu ‘Alahi Wasallam memberiku baju Qubthiyyah yang tebal (biasanya Qubthiyyah itu tipis) yang merupakan baju yang dihadiahkan Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi Shollallohu ‘Alahi Wasallam bertanya kepadaku : “ Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qubthiyyah?” Aku menjawab :”Aku pakaikan baju itu pada istriku”, Nabi Shollallohu ‘Alahi Wasallam lalu menjawab : “Perintahkanlah ia agar mengenakan baju dalam di balik Qubthiyyah itu, karena aku khawatir baju itu masih bias menggambarkan bentuk tulangnya.” (HR. Al-Baihaqi, Ahmad, Abu Dawud dan Ad-Dhiya).
Imam Asy-Syaukani dalam mensyarah hadits ini (2/97) mengatakan : “Hadits ini menunjukkan bahwa wanita itu wajib menutupi badannya dengan pakaian yang tidak menggambarkan bentuk tubuhnya. Ini merupakan syarat bagi penutup aurot.
5. Tidak diberi wewangian atau parfum
Syarat ini berdasarkan larangan terhadap kaum wanita untuk memakai wewangian bila mereka keluar rumah. Rosululloh Shollallohu ‘Alahi Wasallam bersabda :
ﺃﻳﻤﺎﺍﻣﺮﺃﺓﺍﺳﺘﻌﻄﺮﺕﻓﻤﺮﺕﻋﻠﻰﻗﻮﻡﻟﻴﺠﺪﻭﺍﻣﻦﺭﻳﺤﻬﺎﻓﻬﻲﺯﺍﻧﻴﺔ
“Siapapun perempuan yang memakai wewangian. Lalu ia melewati kaum lakiilaki agar ia menghirup wanginya, maka ia sudah berzina.” (HR. An-Nasa’i)
ﺇﺫﺍﺧﺮﺟﺖﺇﺣﺪﻛﻦﺇﻟﻰﺍﻟﻤﺴﺠﺪﻓﻼﺗﻘﺮﺑﻦﻃﻴﺒﺎ
“Jika salah seorang diantara kalian ( kaum wanita ) keluar menuju masjid, maka janganlah sekali-kali mendekatinya dengan memakai wewangian.” (HR. Muslim)
Alasan pelarangan ini jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Para ulama bahkan mengikutkan sesuatu yang semakna dengannya seperti pakaian indah, perhiasan yang tampak dan hiasan (asesoris) yang megah, serta ikhtilat atau bercampur baur dengan laki-laki.
6. Tidak menyerupai laki-laki
ﻟﻌﻦﺭﺳﻮﻝﺍﷲﺻﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻴﻪﻭﺳﻠﻢﺍﻟﺮﺟﻞﻳﻠﺒﺲﻟﺒﺴﺔﺍﻟﻤﺮﺃﺓﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓﺗﻠﺒﺲﻟﺒﺴﺔﺍﻟﺮﺟﻞ
“Rosululloh melaknat pria yang menyerupai pakaian wanita dan wanita yang menyerupai pakaian laki-laki” (HR.Abu Dawud)
ﻟﻴﺲﻣﻨﺎﻣﻦﺗﺸﺒﻪﺑﺎﻟﺮﺟﺎﻝﻣﻦﺍﻟﻨﺴﺎﺀﻭﻟﺎﻣﻦﺗﺸﺒﻪﺑﺎﻟﻨﺴﺎﺀﻣﻦﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
“Tidak masuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum wanita menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (HR. Ahmad)
ﺛﻼﺙﻻﻳﺪﺧﻠﻮﻥﺍﻟﺠﻨﺔﻭﻻﻳﻨﻆﺮﺍﷲﺇﻟﻴﻬﻢﻳﻮﻡﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔﺍﻟﻌﺎﻕﻭﺍﻟﺪﻳﻪﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓﺍﻟﻤﺘﺮﺟﻠﺔﺍﻟﻤﺘﺸﺒﻬﺔﺑﺎﻟﺮﺟﺎﻝﻭﺍﻟﺪﻳﻮﺙ
“Tiga orang yang tidak akan masuk surge dan Alloh tidak akan memandangi mereka pada hari kiamat, orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelelakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki, dan dayyuts (orang yang tidak mempunyai rasa cemburu)” (HR. Nasa’I, Hakim, Baihaqi, dan Ahmad)
Adz-Dzahabi memasukkan tindakan wanita yang menyerupai laki-laki dan tindakan kaum laki-laki menyerupai wanita dalam “al-kabaair” (dosa-dosa besar). Mereka dilaknat dan laknat ini akan menimpa juga pada suaminya yang membiarkannya, meridhoinya dan tidak melarangnya melakukan hal itu.
7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Syarat ini didasarkan pada haramnya kaum muslimin termasuk wanita menyerupai (tasyabuh) orang-orang (wanita) kafir baik dalam berpakaian yang khas pakaian mereka, ibadah, makanan, perhiasan, adat istiadat, maupun dalam berkata atau memuji seseorang yang berlebihan.
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum itu.” (HR. Ahmad)
ﻋﻦﻋﺒﺪﺍﷲﺑﻦﻋﻤﺮﻭﺃﺧﺒﺮﻩﻗﺎﻝﺭﺃﻯﺭﺳﻮﻝﺍﷲﺻﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻴﻪﻭﺳﻠﻢﻋﻠﻰﺛﻮﺑﻴﻦﻣﻌﺼﻔﺮﻳﻦﻓﻘﺎﻝﺇﻥﻫﺬﻩﻣﻦﺛﻴﺎﺏﺍﻟﻜﻔﺎﺭﻓﻼﺗﻠﺒﺴﻬﺎ
“Dari Abdulloh bin Amru bin ‘Ash, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam melihat saya mengenakan dua buah kain yang diwarnai dengan ushfar (nama tumbuhan), maka beliau bersabda : “Sungguh ini merupakan pakaian orang-orang kafir, maka janganlah engkau memakainya.” (HR. Muslim)
“Janganlah kalian memakai pakaian para pendeta, karena barangsiapa mengenakan pakaian mereka atau menyerupai diri dengan mereka, bukan dari golonganku.” (HR. At-Tabrani)
8. Bukan libas syuhroh (pakaian popularitas)
Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata : Rosululloh Shollallohu “Alaihi Wasallam bersabda :
“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Alloh mengenakan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Libas Syuhroh adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas (gengsi) di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan gaun dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilairendah yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kedzuhudannya dan dengan tujuan riya, angkuh dan sombong.
Itulah delapan syarat pakaian muslimah. Selanjutnya Syeikh Nashiruddin Al-Albani menyimpulkan bahwa pakaian muslimah hendaklah menutup seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan dengan rincian sebagaimana dikemukakan di atas, ia sendiri bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak sempit sehingga menumbuhkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum. Tidak menyerupai pakaian pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian popularitas.
Dirangkum dari :
Buku Judul: Kudung Gaul (berjilbab tapi telanjang),
karangan Abu Al-Ghifari,
Penerbit Mujahid Press
Headline
Minggu, 21 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Assalamu'alaikum Silahkan melihat-lihat, memberi komentar, kritik bahkan saran dan masukan, akan diterima dengan senang hati.